Wednesday, March 30, 2011

10 perkara yang boleh diteladani dari jepun..

Japan's spirit of resilience is drawn from a unique combination of the Shinto, Buddhist,and Confucian philosophies.

1. THE CALM
Not a single visual of chest-beating or wild grief. Sorrow itself has been elevated.

2. THE DIGNITY
Disciplined queues for water and groceries. Not a rough word or a crude gesture.

3. THE ABILITY
The incredible architects, for instance. Buildings swayed but didn’t fall.

4. THE GRACE
People bought only what they needed for the present, so everybody could get something.

5. THE ORDER
No looting in shops. No honking and no overtaking on the roads. Just understanding.

6. THE SACRIFICE
Fifty workers stayed back to pump sea water in the N-reactors. How will they ever be repaid?

7. THE TENDERNESS
Restaurants cut prices. An unguarded ATM is left alone. The strong cared for the weak.

8. THE TRAINING
The old and the children, everyone knew exactly what to do. And they did just that.

9. THE MEDIA
They showed magnificent restraint in the bulletins. No silly reporters. Only calm reportage.

10. THE CONSCIENCE
When the power went off in a store, people put things back on the shelves and left quietly.

Monday, March 14, 2011

Engkaulah Suami Yang Aku Impikan

Engkaulah Suami Yang Aku Impikan

Share 

KKetika engkau mencintaiku, engkau menghormatiku. Dan ketika engkau membenciku, engkau tidak mendzalimiku. (Dr. Ramdhan Hafidz)

Aku masih ingat saat malam pertama kita, saat itu engkau mengajakku soalat Isya’ berjamaah. Setelah berdoa engkau kecup keningku lalu berkata: “Dinda, aku ingin engkau menjadi pendampingku Dunia-Akhirat”.

Mendengar ucapan itu, akupun menangis terharu. Malam itu engkau menjadi sosok seperti Sayidina Ali yang bersujud semalam suntuk kerana bersyukur mendapatkan sosok isteri seperti Siti Fatimah. Apakah begitu berharganya aku bagimu sehingga engkau mensyukuri kebersamaan kita?

Malam itu, aku tidak dapat mengungkapkan rasa syukurku ini dengan ucapan. Aku hanya mampu mengikutimu, bersujud di atas hamparan sajadah. Tanpa bisa aku membendung air mata ini tiada hentinya mengalir kerana mensyukuri anugerah Allah yang diberikan padaku dalam bentuk dirimu.

Akupun berikrar, aku ingin menjadi sosok seperti Siti Fatimah, dan aku akan berusaha menjadi isteri sebagaimana yang engkau impikan.

Dan ternyata sujud itu bukan hanya di saat malam pertama, setiap kali aku terbangun pada akhir sepertiga malam, ku lihat engkau sedang bersujud dengan penuh kekhusu’an.

Aku kadang-kadang iri dengan kesolihanmu, engkau terlena dalam sujudmu sedang aku berbaring di atas katil yang empuk dengan sejuta mimpi. Kenapa engkau tidak membangunkan aku? Padahal aku ingin bermakmum padamu agar kelak aku tetap menjadi isterimu di surga. Aku hanya merasakan kecupan hangat melengkapi tidur malamku saat engkau terbangun untuk melakukan solat malam. Apakah kecupan itu sebagai isyarat agar aku terbangun dari tidurku dan melaksanakan solat berjamaah bersamamu? Atau kerana engkau tidak tega membangunkan aku saat engkau melihat begitu pulasnya aku dalam tidurku?

Aku yakin, dengan ketaatanmu pada agama, engkau akan membahagiakanku dunia-akhirat. Tidakkah agama kita mengajarkan bagaimana suami harus menyayangi isteri, membuatnya bahagia, melindungi dan membuatnya tersenyum. Dan sebaliknya, isteri harus berbakti, melayani dan membuat suaminya terpesona padanya.

Aku tidak peduli siapakah engkau, miskin dan kaya tidak ada bezanya bagiku. Aku hanya tertarik pada sosokmu yang bersahaja dan sederhana. Raut wajahmu yang penuh dengan keikhlasan membuatku ingin selalu menatapnya. Lembutnya sifatmu membuatku yakin bahwa engkau adalah suami yang dapat menerima segala pemberian Tuhan dan akan menyayangiku apa adanya.

Aku tidak peduli dengan rumah comel dan sederhana yang engkau persembahkan untuk kita tempati bersama. Rumah yang hanya terdiri dari ruang tamu, kamar kita, dan satu ruangan yang berisi buku-buku terutama buku agama. Namun dari rumah yang comel ini, aku melihat taman surgawi menjelma di sini. Aku yakin engkau adalah sosok suami yang tekun belajar dan memahami agama, dan dengan bekal ini aku yakin engkau dapat membimbingku untuk meraih syurga ilahi. Sebagaimana agama kita telah mengisyaratkan bahawa, barang siapa berjalan dijalan ilmu, maka Allah akan mempermudah jalan menuju ke syurga.

Saat kulihat engkau begitu berbakti kepada kedua orang tuamu dan senang menjalin silaturahim, aku yakin engkau akan berlaku baik pada anak-isterimu. Aku lihat engkau jarang sekali berbicara, tapi masya Allah kalau sedang bekerja, engkau menjadi sosok yang tekun dan rajin.

Dan dari cara tutur katamu, aku mendengar kata-kata mutiara yang penuh hikmah, sehingga yang tergambar dalam fikiranku adalah sosok Lukmanul Hakim, sosok suami dan ayah yang selalu mendidik keluarganya, mengajarkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.

Sungguh aku bangga mempunyai suami sepertimu melebihi kebanggaanmu padaku. Aku lebih memerlukanmu jauh melebihi keperluanmu padaku. Terima kasih suamiku, kerana engkau telah membimbingku… -dakwatuna


http://greenboc.blogspot.com/2011/03/engkaulah-suami-yang-aku-impikan.html

Wednesday, March 9, 2011

Seorang Gadis Kecil Bernama Bar’ah (True Story)

Posted on Wednesday, March 09 @ 06:00:00 PST
Dilulus untuk paparan oleh Juragan

Luar Negara Oleh: zharifjenn

"Ini adalah kisah gadis berumur 10 tahun bernama Bar`ah, yang kedua orang tuanya adlah doktor. Mereka sekeluarga telah berpindah ke Arab Saudi untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Pada usia semuda ini, Bar'ah menghafal seluruh Al Qur'an dengan tajwid, dia sangat pintar dan gurunya mengatakan bahawa dia sudah matang berbanding kanak-kanak yang seusianya.

Keluarganya amat komited terhadap agama Islam dan ajaran-ajarannya. Hingga suatu hari ibunya mulai merasa sakit perut yang agak kronik dan setelah beberapa kali diperiksa, di kesan ibu Bar'ah menderita penyakit barah, dan barah ini sudah dalam keadaan yang kritikal.

Ibu Bar'ah berfikir untuk memberitahu puterinya, terutama jika ia terbangun suatu hari dan tidak dapat berjumpa ibunya lagi disampingnya. Ibu bar'ah berpesan kapada anaknya "Bar`ah aku akan pergi ke syurga di depan kamu, tapi aku ingin kamu selalu membaca Al-Quran dan menghafalkannya setiap hari kerana Ia akan menjadi pelindungmu kelak.. "

Gadis kecil itu tidak mengerti dan memahami sepenuhnya apa yang ibunya berusaha beritahukan, Tapi dia mulai merasakan perubahan keadaan ibunya, terutama ketika ia mulai dipindahkan ke wad untuk waktu yang agak lama. Gadis kecil ini menggunakan waktu balik sekolah untuk menjenguk ibunya di wad dan membaca Quran untuk ibunya sampai malam sehinggakan ayahnya datang dan membawanya pulang.

Suatu hari pihak hospital memberitahu ayah bar'ah bahwa keadaan istreinya itu sangat teruk dan ia perlu datang secepat mungkin. Ayah Bar'ah segera menjemput Bar `ah dari sekolah dan menuju ke hospital. Ketika mereka tiba di depan hospital, Ayah Bar'ah memintanya untuk tinggal di kereta. Ini supaya Bar'ah tidak terkejut jika ibunya meninggal dunia.

Ayah keluar dari keretanya, dengan penuh air mata di matanya, ia menyeberang jalan untuk masuk ke dalam hospital, tapi tiba-tiba datang sebuah kereta meluncur laju dan melanggar ayah Bar'ah dan dia meninggal di tempat kejadian di depan puterinya itu...tak terbayangkan ..tangis gadis kecil pada saat itu...

Tragedi Bar `ah belum selesai sampai di situ. Berita kematian ayahnya yang terpaksa disembunyikan dari ibu bar'ah yang masih terlantar di wad, namun setelah lima hari selepas kematian suaminya akhirnya ibu Bar'ah meninggal dunia juga. Dan kini gadis kecil ini sendirian tanpa kedua orang tuanya. Ibu Bapa rakan-rakan sekolah Bar'ah memutuskan untuk mencari kerabatnya di Mesir, sehingga kerabatnya boleh menjaganya.

Tak berapa lama tinggal di mesir, gadis kecil Bar `ah mulai mengalami sakit mirip dengan ibunya. Setelah beberapa kali diperiksa, Bar'ah didapati mengidap kanser. Sungguh memeranjatkan ketika ia di beritahu menderita kanser. Inilah kata-kata Bar'ah ketika itu: "Alhamdulillah, sekarang saya akan bertemu dengan kedua orang tua saya."

Semua teman-teman dan keluarga terkejut. Gadis kecil ini sedang menghadapi musibah yang bertubi-tubi dan dia tetap sabar dan ikhlas dengan apa yang ditetapkan Allah untuknya. Subhanallah..

Orang ramai mulai mendengar tentang Bar `ah dan ceritanya, dan pihak Arab Saudi memutuskan untuk mengurusnya. Pihak Saudi mengirimnya ke Britain untuk mendapatkan rawatan penyakit ini.

Salah satu saluran TV Islam Al Hafiz dapat menghubungi gadis kecil ini dan memintanya untuk membaca Quran. Dan ini adalah suara yang indah yang di lantunkan oleh bar'ah.


Mereka menghubungi lagi Bar'ah sebelum ia pergi ke bandar Coma dan dia berdoa untuk kedua orangtuanya dan menyanyikan Nasyid.

Hari-hari berlalu dan barah mula merebak ke seluruh tubuhnya, para doktor memutuskan untuk mengamputasi kakinya, dan dia bersabar dengan apa yang ditetapkan Allah baginya ... tapi beberapa hari setelah pembedahan amputasi kakinya, barah telah menyerang ke otaknya. doktor memutuskan untuk melakukan pembedahan otak. Dan sekarang Bar'ah berada di sebuah rumah sakit di Britain untuk menjalani rawatan selanjutnya.

Berdoalah untuk Bar'ah, dan bagi saudara-saudara kita di seluruh dunia.

Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]"

Seorang Gadis Kecil Bernama Bar’ah (True Story)

Posted on Wednesday, March 09 @ 06:00:00 PST
Dilulus untuk paparan oleh Juragan

Luar Negara Oleh: zharifjenn

"Ini adalah kisah gadis berumur 10 tahun bernama Bar`ah, yang kedua orang tuanya adlah doktor. Mereka sekeluarga telah berpindah ke Arab Saudi untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Pada usia semuda ini, Bar'ah menghafal seluruh Al Qur'an dengan tajwid, dia sangat pintar dan gurunya mengatakan bahawa dia sudah matang berbanding kanak-kanak yang seusianya.

Keluarganya amat komited terhadap agama Islam dan ajaran-ajarannya. Hingga suatu hari ibunya mulai merasa sakit perut yang agak kronik dan setelah beberapa kali diperiksa, di kesan ibu Bar'ah menderita penyakit barah, dan barah ini sudah dalam keadaan yang kritikal.

Ibu Bar'ah berfikir untuk memberitahu puterinya, terutama jika ia terbangun suatu hari dan tidak dapat berjumpa ibunya lagi disampingnya. Ibu bar'ah berpesan kapada anaknya "Bar`ah aku akan pergi ke syurga di depan kamu, tapi aku ingin kamu selalu membaca Al-Quran dan menghafalkannya setiap hari kerana Ia akan menjadi pelindungmu kelak.. "

Gadis kecil itu tidak mengerti dan memahami sepenuhnya apa yang ibunya berusaha beritahukan, Tapi dia mulai merasakan perubahan keadaan ibunya, terutama ketika ia mulai dipindahkan ke wad untuk waktu yang agak lama. Gadis kecil ini menggunakan waktu balik sekolah untuk menjenguk ibunya di wad dan membaca Quran untuk ibunya sampai malam sehinggakan ayahnya datang dan membawanya pulang.

Suatu hari pihak hospital memberitahu ayah bar'ah bahwa keadaan istreinya itu sangat teruk dan ia perlu datang secepat mungkin. Ayah Bar'ah segera menjemput Bar `ah dari sekolah dan menuju ke hospital. Ketika mereka tiba di depan hospital, Ayah Bar'ah memintanya untuk tinggal di kereta. Ini supaya Bar'ah tidak terkejut jika ibunya meninggal dunia.

Ayah keluar dari keretanya, dengan penuh air mata di matanya, ia menyeberang jalan untuk masuk ke dalam hospital, tapi tiba-tiba datang sebuah kereta meluncur laju dan melanggar ayah Bar'ah dan dia meninggal di tempat kejadian di depan puterinya itu...tak terbayangkan ..tangis gadis kecil pada saat itu...

Tragedi Bar `ah belum selesai sampai di situ. Berita kematian ayahnya yang terpaksa disembunyikan dari ibu bar'ah yang masih terlantar di wad, namun setelah lima hari selepas kematian suaminya akhirnya ibu Bar'ah meninggal dunia juga. Dan kini gadis kecil ini sendirian tanpa kedua orang tuanya. Ibu Bapa rakan-rakan sekolah Bar'ah memutuskan untuk mencari kerabatnya di Mesir, sehingga kerabatnya boleh menjaganya.

Tak berapa lama tinggal di mesir, gadis kecil Bar `ah mulai mengalami sakit mirip dengan ibunya. Setelah beberapa kali diperiksa, Bar'ah didapati mengidap kanser. Sungguh memeranjatkan ketika ia di beritahu menderita kanser. Inilah kata-kata Bar'ah ketika itu: "Alhamdulillah, sekarang saya akan bertemu dengan kedua orang tua saya."

Semua teman-teman dan keluarga terkejut. Gadis kecil ini sedang menghadapi musibah yang bertubi-tubi dan dia tetap sabar dan ikhlas dengan apa yang ditetapkan Allah untuknya. Subhanallah..

Orang ramai mulai mendengar tentang Bar `ah dan ceritanya, dan pihak Arab Saudi memutuskan untuk mengurusnya. Pihak Saudi mengirimnya ke Britain untuk mendapatkan rawatan penyakit ini.

Salah satu saluran TV Islam Al Hafiz dapat menghubungi gadis kecil ini dan memintanya untuk membaca Quran. Dan ini adalah suara yang indah yang di lantunkan oleh bar'ah.


Mereka menghubungi lagi Bar'ah sebelum ia pergi ke bandar Coma dan dia berdoa untuk kedua orangtuanya dan menyanyikan Nasyid.

Hari-hari berlalu dan barah mula merebak ke seluruh tubuhnya, para doktor memutuskan untuk mengamputasi kakinya, dan dia bersabar dengan apa yang ditetapkan Allah baginya ... tapi beberapa hari setelah pembedahan amputasi kakinya, barah telah menyerang ke otaknya. doktor memutuskan untuk melakukan pembedahan otak. Dan sekarang Bar'ah berada di sebuah rumah sakit di Britain untuk menjalani rawatan selanjutnya.

Berdoalah untuk Bar'ah, dan bagi saudara-saudara kita di seluruh dunia.

Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]"

Monday, March 7, 2011

Hujjah Al-Quran

‘Kalah’ Melawan Al-Quran, Dr Jeffrey Lang Menerima Islam


Sejak kecil Dr Jeffrey Lang dikenali dengan sifat ingin tahu. Beliau kerap menanyakan logiknya sesuatu dan mengkaji apa pun berdasarkan perspektif rasional.

“Ayah, ayah percayakah syurga itu wujud?” tanya Jeffrey sewaktu ia kecil kepada ayahnya tentang kewujudan syurga, ketika kedua-duanya berjalan bersama anjing peliharaan mereka di pantai. Bukan suatu kejutan jika kelak Jeffrey Lang menjadi profesor matematik, sebuah wilayah dimana tak ada tempat selain logik.

Ketika menjadi siswa tahun terakhir di Notre Dam Boys High, sebuah sekolah Katholik, Jeffrey Lang memiliki beberapa penolakan rasional terhadap keyakinan akan kewujudan Tuhan. Perbincangannya dengan pendita sekolah, orangtuanya, dan rakan sekelasnya tak juga mampu memuaskannya tentang kewujudan Tuhan. “Tuhan akan membuatmu tertunduk, Jeffrey!” kata ayahnya ketika ia membantah kewujudan Tuhan di usia 18 tahun.

Ia akhirnya memutuskan menjadi atheis pada usia 18 tahun, yang berlangsung selama 10 tahun ke depan selama menjalani kuliah S1, S2, dan S3, hingga akhirnya memeluk Islam.

Adalah beberapa ketika sebelum atau sesudah memutuskan menjadi atheis, Jeffrey Lang mengalami satu mimpi. Berikut penuturan Jeffrey Lang tentang mimpinya itu:

Kami berada dalam sebuah ruangan tanpa sebarang perabot. Tak ada apa pun di tembok ruangan itu yang berwarna putih kelabu.

Satu-satunya ‘hiasan’ adalah karpet berpola dominan merah-putih yang menutupi lantai. Ada sebuah jendela kecil, seperti jendela ruang bawah tanah, yang terletak di atas dan menghadap ke kami. Cahaya terang mengisi ruangan melalui jendela itu.

Kami membentuk deretan. Saya berada di deret ketiga. Semuanya lelaki, tak ada wanita, dan kami semua duduk di lantai di atas tumit kami, menghadap arah jendela.

Terasa asing. Saya tak mengenal seorang pun. Mungkin, saya berada di sebuah negara lain. Kami menunduk serentak, muka kami menghadap lantai. Semuanya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Kami serentak kami kembali duduk di atas tumit kami. Saat saya melihat ke depan, saya sadar kami dipimpin oleh seseorang di depan yang berada di sisi kiri saya, di tengah kami, di bawah jendela. Ia berdiri sendiri. Saya hanya dapat melihat sekejap bahagian punggungnya. Ia memakai jubah putih panjang. Ia mengenakan selendang putih di kepalanya, dengan corak merah. Ketika itulah saya terbangun.

Sepanjang sepuluh tahun menjadi atheis, Jeffrey Lang beberapa kali mengalami mimpi yang sama. Bagaimanapun, ia tak terganggu dengan mimpi itu. Ia hanya merasa nyaman tatkala terjaga. Sebuah perasaan nyaman yang aneh. Ia tak tahu apa itu. Tak ada logik di sebalik itu, dan kerananya ia tak peduli sekalipun mimpi itu berulang.

Sepuluh tahun kemudian, saat pertama kali memberi kuliah di University of San Fransisco, dia bertemu murid Muslim yang mengikuti kelasnya. Tak hanya dengan murid tersebut, Jeffrey pun tak lama kemudian menjalin persahabatan dengan keluarga murid itu. Agama bukan menjadi topik bahasan tatkala Jeffrey menghabiskan waktu dengan keluarga sang murid. Hingga setelah beberapa waktu salah satu anggota keluarga sang murid memberikan Alquran kepada Jeffrey.

Sekalipun tak sedang berniat mengetahui Islam, Jeffrey mulai membuka-buka Alquran dan membacanya. Saat itu kepalanya dipenuhi berbagai prasangka.

“Anda tak boleh hanya membaca Alquran, tidak boleh jika anda tidak menerimanya secara serius. Anda harus, pertama, memang benar-benar telah menyerah kepada Alquran, atau kedua, ‘menentangnya’,” ungkap Jeffrey.

Ia kemudian mendapati dirinya berada di tengah-tengah pergelutan yang sangat menarik. “Ia (Alquran) ‘menyerang’ diri anda secara langsung, begitu personal. Alquran itu akan berdebat, mengkritik, memalukan, sekaligus mencabar anda. Sejak awal ia (Alquran) menggariskan satu garis perang, dan saya berada di wilayah yang bertentangan.”

“Saya menderita kekalahan yang parah (dalam pergelutan). Dari situ menjadi jelas bahawa 'Penulis' (Alquran) mengenali diri saya lebih baik daripada saya mengenali diri saya sendiri,” kata Jeffrey. Ia mengatakan seakan Penulisnya dapat membaca fikirannya. Setiap malam ia menyiapkan sejumlah pertanyaan dan persoalan, namun selalu mendapati jawabannya pada bacaan berikutnya, seiring ia membaca halaman demi halaman Alquran secara berurutan.


“Alquran selalu jauh di depan pemikiran saya. Ia menghapus halangan yang telah saya hadapi bertahun-tahun lalu dan menjawab pertanyaan saya.” Jeffrey mencuba melawan dengan keras dengan keberatan dan pertanyaan, namun semakin jelas ia kalah dalam pergelutan. “Saya dituntun ke sudut di mana tak ada lain selain satu pilihan.”

Saat itu awal 1980-an dan tak ramai Muslim di kampusnya, University of San Fransisco. Jeffrey mendapati sebuah ruangan kecil di basement sebuah gereja di mana sejumlah mahasiswa Muslim melakukan solat. Selesai pergelutan panjang di benaknya, ia memberanikan diri untuk mengunjungi tempat itu.

Beberapa jam mengunjungi di tempat itu, ia mendapati dirinya mengucap syahadat. Selesai syahadat, waktu solat dzuhur tiba dan ia pun diundang untuk menyertainya. Ia berdiri dalam deretan dengan para mahasiswa lainnya, dipimpin imam yang bernama Ghassan. Jeffrey mulai mengikuti mereka solat berjamaah.

Jeffrey ikut bersujud. Kepalanya menempel di karpet merah-putih. Suasananya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Ia lalu kembali duduk di antara dua sujud.

“Saat saya melihat di hadapan, saya dapat melihat Ghassan, di sisi kiri saya, di tengah-tengah, di bawah jendela yang menerangi ruangan dengan cahaya. Dia sendirian, tanpa barisan. Dia mengenakan jubah putih panjang. Selendang (scarf) putih menutupi kepalanya, dengan corak merah.”

“Mimpi itu! Saya berteriak dalam hati. Mimpi itu, sebijik! Saya telah benar-benar melupakannya, dan sekarang saya tertegun dan takut. Apakah ini mimpi? Apakah saya akan terbangun? Saya cuba memfokus apa yang terjadi untuk memastikan apakah saya tidur. Rasa dingin mengalir cepat ke seluruh tubuh saya. Ya Tuhan, ini nyata! Lalu rasa dingin itu hilang, berganti rasa hangat yang berasal dari dalam. Air mata saya bercucuran.”

Ucapan ayahnya sepuluh tahun silam terbukti. Ia kini berlutut, dan wajahnya menempel di lantai. Bahagian tertinggi otaknya yang selama ini berisi seluruh pengetahuan dan intelektualitinya kini berada di titik terendah, dalam sebuah penyerahan total kepada Allah SWT.

Jeffrey Lang merasa Tuhan sendiri yang menuntunnya kepada Islam. “Saya tahu Tuhan itu selalu dekat, mengarahkan hidup saya, menciptakan lingkungan dan kesempatan untuk memilih, namun tetap meninggalkan pilihan krusial kepada saya,” ujar Jeffrey kini.

Jeffrey kini professor jurusan matematik University of Kansas dan memiliki tiga anak. Ia menulis tiga buku yang banyak dibaca oleh Muslim AS: Struggling to Surrender (Beltsville, 1994); Even Angels Ask (Beltsville, 1997); dan Losing My Religion: A Call for Help (Beltsville, 2004). Ia memberi kuliah di banyak kampus dan menjadi pembicara di banyak konferensi Islam.

Ia memiliki tiga anak, dan bukan sebuah kejutan anaknya memiliki rasa keingintahuan yang sama. Jeffrey kini harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sama yang dulu ia lontarkan kepada ayahnya. Suatu hari ia ditanya oleh anak perempuannya yang berusia lapan tahun, Jameelah, selesai mereka solat Ashar berjamaah. “Ayah, mengapa kita solat?”

“Pertanyaannya mengejutkan saya. Tak sangka berasal dari anak usia lapan tahun. Saya tahu memang jawapan yang paling jelas, bahawa Muslim diwajibkan solat. Tapi, saya tak ingin membuang kesempatan untuk berbagi pengalaman dan keuntungan dari solat. Bagaimana pun, selesai menyusun jawaban di kepala, saya memulai dengan, ‘Kita solat kerana Tuhan ingin kita melakukannya’,”

“Tapi kenapa, ayah, apa akibat dari solat?” Jameela kembali bertanya. “Sulit menjelaskan kepada anak kecil, sayang. Suatu hari, jika kamu melakukan solat lima waktu tiap hari, saya yakin kami akan mengerti, namun ayah akan coba yang terbaik untuk menjawan pertanyaan kamu.”

‘Dengar sini, buah hati kesayanganku. Tuhan itu sumber kesemua perasaan kasih sayang, cinta, pemurah dan hikmah terhadap segala keindahan — yang kita alami dan rasai. Seperti matahari sumber cahaya yang kita lihat pada siang hari, Tuhan ada sumber kepada semua ini dan banyak lagi. Justeru, kasih sayang yang ayah rasakan untukmu, adik-adikmu, dan ibumu kesemuanya datang dari Allah. Kita tahu Allah itu Pengasih dan Penyayang melalui segala pemberianNya kepada kita di dalam hidup ini. Tetapi hanya di dalam solat, kita dapat merasakan kasih sayang, pemurahnya Allah, dan nikmat pemberianNya itu di dalam cara yang teramat istimewa, di dalam cara yang amat kukoh.

Misalnya, anakku tahu yang ibumu dan ayahmu ini mengasihimu dengan cara kami berdua mengambil berat terhadapmu. tetapi hanya apabila kami memeluk dan menciummu, anakku akan dapat merasakan betapa sayangnya kami terhadapmu. Begitulah tamsilnya, kita tahu Allah menyayangi kita semua dan pemurahnya Dia kerana menjagai kita. Namun hanya pada waktu kita solat, kita dapat merasakan cintaNya itu terlalu benar dan istimewa.’

‘Apakah solat itu menjadikan ayah seorang ayah yang lebih baik?’ Dia bertanyaku.

‘Ayah harap begitu dan ayah harap dapat berfikir begitu, kerana apabila seseorang itu telah "disentuhi" dengan kasih sayang Tuhan di dalam solat, ia terlalu indah dan kukoh, sehinggakan seseorang itu merasakan ingin memperkongsikannya kepada mereka yang ada diskelilingnya, terutama kepada ahli keluarganya. Kadang-kala, selepas penat bekerja seharian, ayah merasa keletihan dan ayah ingin bersendirian. Tetapi jika ayah dapat merasai kasih sayang Allah di dalam solat, ayah akan segera teringat dan melihat ahli-ahli keluarga ayah dan mengingatkan betapa besarnya pemberian Allah menghadiahkan dirimu kepada ayah, dan kesemua cinta dan kasih sayang yang ayah perolehi kerana menjadi ayahmu dan suami kepada ibumu. Ayah tak kata ayah ini seorang yang sempurna, namun ayah percaya ayah tak mungkin menjadi ayah yang baik tanpa solat. Bolehkah diterima hujjah-hujjah ayah itu?’

‘Saya faham apa yang ayah maksudkan,’ jawab Jameelah.

Kemudian dia memeluk saya dan berkata, ‘Dan saya sayang sangat kat ayah!’

‘Ayah pun sayang padamu.’


Sunday, March 6, 2011

Wahai Farahana Jamaluddin

Dunia Ini Kecil Wahai Farahhana Jamaludin !

KUALA LUMPUR 5 Mac - Imej Mursyidul Am Pas, Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat boleh disamakan dengan pengamal ajaran sesat, Ayah Pin kerana menjadikan agama sebagai alat untuk menguasai pemikiran pengikutnya.

Pengarah Kebangsaan Jaringan Melayu Malaysia (JMM), Farahana Jamaludin berkata, kedua-dua pemimpin tersebut mempunyai persamaan kerana mengaburi mata pengikutnya demi memuaskan segala nafsu mereka.

"Mereka boleh melakukan apa sahaja tanpa boleh ditegur oleh pengikutnya kerana 'kesucian' mereka itu," katanya kepada Mingguan Malaysia di sini hari ini.

Beliau mengulas kenyataan Menteri Besar Kelantan itu semalam bahawa Pas akan terus menggunakan isu agama dalam kempen pilihan raya kerana perbuatan itu merupakan sebahagian kerja dakwah seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Nik Abdul Aziz turut menyifatkan mana-mana mufti yang menolak untuk mengaitkan amalan mengundi sewaktu pilihan raya dengan hukum syurga dan neraka sebagai mufti yang layak mengeluarkan fatwa di negara komunis sahaja.

Jelas Farahana, kenyataan Nik Abdul Aziz itu menunjukkan sikap angkuh serta mengangkat dirinya ke suatu martabat yang begitu tinggi.

Tambahnya, perbuatan biadab tersebut juga merupakan contoh kepada kepimpinan ala Ayah Pin yang menganggap dirinya nabi pada zaman ini.

"Justeru, saya mencabar Nik Abdul Aziz supaya menjelaskan mengenai agendanya untuk memperkenalkan Islam kepada ahli DAP dan seterusnya merancang mengislamkan mereka dalam masa terdekat," ujarnya. - Imej Nik Aziz sama Ayah Pin ?
Hanief: Sekarang ada laman web sosial. Kalau bikin fitnah, habis semua orang akan cari butiran diri kita. Nampak sangat dunia ini begitu kecil.


facebook.com/fj1411

facebook.com/fj1411

profiles.friendster.com/60362681

profiles.friendster.com/60362681

profiles.friendster.com/60362681

Ini mentor Farahhana

Tuesday, March 1, 2011

Orang Menderita Barah Otak kuat beribadat,..... sedangkan kita?

Siapa pun orangtua melihat  buah hatinya terlantar tak berdaya kerana sakit 16 tahun, tentu sedih. Itulah yang dialami Iryani (46). Anak sulung perempuan yang saban hari pekerjaannya mencuci pakaian ini dinyatakan doktor diserang kanser otak, sejak 16 tahun lalu. Dia mengaku terkejut mendengar vonis doktor itu.  Namun dia berusaha tabah. “Saya kuatkan hati ini,” kata Iryani.
Umur Nurul Hikmah, demikian nama anak itu, kini sudah masuk 24 tahun. Sebagai ibu, Iryani jujur mengatakan tak tahan melihat penderitaan anak pertamanya itu, yang hanya boleh berbaring tak berdaya. Kadang dia hanya boleh menangis dan berdoa agar anaknya segera diberikan kesembuhan dan normal seperti sedia kala.
Namun di sisi lain, Iryani juga bersyukur. Sebab, selama sakitnya yang bertahun tahun itu, anaknya tidak pernah mengeluh. Bagi Iryani dan Yahdi (suaminya), atau bagi sesiapapun,  penantian selama 16 tahun bukanlah waktu yang singkat. Namun mereka tetap berusaha bersabar dan menerima segalanya kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Kalau bukan kerana Allah, mungkin saya sudah gila,”kata Iryani, sambil menitikkan air mata. Dia mengucapkan itu seraya tersenyum dan mengelus kaki anaknya.
Hingga kini Yahdi, Iryani, dan Yandi (anak kedua) tak  bosan-bosannya menjaga dan mendampingi Nurul. Ada kalanya mereka menggantikan pakaian dalam Nurul ketika sedang datang bulan, membersihkan buang air yang kadang kala bercampur darah, menyuapi makan, dan memandikannya.
Syukurnya, Nurul bukan anak yang lekas putus asa. Di pembaringannya, ia tetap istiqamah menjalankan solat 5 waktu, puasa Isnin Khamis, dan menunaikan solat Tahajjud sambil berbaring. Zikir pun dia tak lekang, terutama saat rasa sakit menyerang kepalanya. Kadang-kadang kuatnya dia menekan tasbih, mungkin kerana menahan rasa sakit yang hebat, bulir-bulir tasbihnya yang setiap saat dipilinnya itu menjadi hancur. Kerana belum ada ganti tasbihnya, dia berzikir memakai tangan. Ada bekas di jari-jarinya, barangkali juga kerana tekanan yang begitu kuat. “Saya ibadahnya hanya boleh begini, mudah-mudah Allah menerima ibadah dan doa saya,” tutur Nurul mengiba.
Sakalipun tak berdaya. Semangat hidupnya tak meredup. Bahkan dia pun masih punya hasrat untuk menikah suatu ketika. “Iya, hasrat ada. Apalagi kalau mendengar teman-teman saya yang dulu, sudah  nikah dan punya anak,” kata Nurul lemah. “Saya mahu sembuh, biar pun tak 100 peratus. Yang penting oleh berjalan,” sambungnya, suaranya bersih.
Nurul dirawat di rumah ibunya di Jl Al-Busyro, RT 04 Rw 01, Desa Citayam, Kota Depok, Jawa Barat. Iryani tak membawa anakya ke hospital, kerana tak punya wang.
Maklum, Iryani dan Yahdi terolong keluarga miskin. Yahdi perkerjaannya tak menentu. Kadang-kadang jadi ojek,  lain hari menjadi tukang bangunan, lain kali lagi jadi tukang batu.
Sedangkan Iryani, sebagai tukang cuci di Perumahan Asri Permai Komplek Pertanian Citayam Depok, setiap hari berangkat pagi, pulang kalau sudah tengah hari. Dia masih mampu mencuci pakai di antara 2 sampai 3 rumah. Jenis layanan pencucian yang ia terima macam macam, ada selimut dan segala jenis pakaian. Sebulan dalam 1 rumah ada yang member Rp 300 ribu.
Selain itu, ia kadang disuruh seterika baju orang. “Sekali menggosok pakaian ada yang memberi Rp 20 atau Rp 30 ribu,” kisah Iryani. Dari situlah andalan sumber kewangan mengalir, termasuk untuk sekolah anak bungsunya, Yandi Sulaiman (16 tahun) yang kini duduk di bangku SMK, dan untuk makan sehari hari.